Sepenggal Kisah dari Pulau Mutiara Hitam
dari Timur
Oleh: Nur Alifah
Tak pernah terbayangkan sebelumnya aku menginjakkan kakiku ini di Pulau Cenderawasih nan eksotis. Sedih rasanya hati ini ketika mendengar pengumuman bahwa aku mendapat tempat mengabdi di Yahukimo, Papua. Dalam benak bertanya-tanya bagaimana orang disana, disana makan apa, adakah pasar atau warung menjual makanan?.Sempat berfikir untuk mengundurkan diri apakah aku sanggup hidup disana selama setahun. Aku menguatkan tekadku untuk menjadi seorang guru, mengabdikan segenap jiwa dan ragaku, mencurahkan segala ilmu yang aku miliki demi mencerdaskan Indonesia, khususnya di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal). Yang pertama kali kulihat begitu tiba di Yahukimo adalah hamparan hutan, kemanapun mata memandang hanya hijau terhampar luas berpadu dengan birunya langit kota Dekai, Yahukimo.
Kabupaten Yahukimo merupakan salah satu kabupaten di bagian Timur Indonesia yang berada dalam wilayah administratif Provinsi Papua. Kabupaten yang beribukota di Dekai ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Jayawijaya. Nama Yahukimo terbentuk dari penggabungan empat suku kata Ya, Hu, Ki, dan Mo. Empat suku kata ini berasal dari empat nama suku besar yang ada di Kabupaten Yahukimo. Ya diambil dari nama suku Yali, Hu diambil dari nama suku Hupla, Ki dari nama suku Kimyal, dan Mo diambil dari nama suku Momuna.
Keadaan topografi disana sangat bervariasi mulai dari dataran rendah dengan lereng sampai dengan daerah berbukit dengan kemiringan yang terjal. Sebagaian besar jalur transportasi yang digunakan disana adalah jalur transportasi udara. Jalur transportasi ini digunakan untuk menghubungkan antar wilayah di dalam Kabupaten Yahukimo, ataupun antara Kabupaten Yahukimo dengan kabupaten lainnya. Berdampak pada bahan makanan maupun perlengkapan lainya yang sangat mahal 3x lipat bahkan sampai 5x lipat dengan harga di jawa karena segala sesuatunya harus di angkut melalui udara. Disana nominal uang yang digunakan yaitu 5000, 10.000, 20.000, 50.000, dan 100.000 saja. Untuk membeli masakoo disana Rp 5000 mendapat 2 sasect masako begitu pula dengan sampoo. Harga satu karung beras 25 kg hingga 1.000.000, harga bensin 1L bensin disana Rp 25.000 pada waktu itu harga di Jawa masih Rp 6.600. pertama kali disana kaget dengan harga segitu yang jauh berbeda dengan di Jawa. Selain teransportasi udara, jalur transportasi darat dan air juga ada diwilayah ini. Namun jika musim kemarau, sungai mengalami kekeringan sehingga tidak bisa beroperasi sehingga satu-satunya akses paling efektif adalah jalur udara. Transportasi darat ini terus dikembangkan melalui pembangunan jalan dan jembatan. Alat transportasi yang digunakan yaitu kendaraan roda empat dan roda dua. Penggunaan kendaraan hanya bisa digunakan sekitar Dekai saja karena Kabupaten ini sangat unik dikelilingi oleh bukit-bukit sehingga untuk pergi kesuatu daerah hanya bisa ditempuh dengan pesawat.
Penduduk disana banyak menganut agama Kristen Protestan, agama lain yang ada di kabupaten ini adalah agama Katolik. Agama islam disana hanya kaum pendatang saja dan jumlahnya sedikit sekali. Kaum pendatang disana berasal dari Jawa, Madura, Makasar, Medan(orang batak). Mata pencaharian mereka ada yang bekerja dikantor-kantor pemerintah, ada juga yang berdagang, ada juga guru namun tidak banyak.
Penduduk disana biasanya bercocok tanam di pekarangan rumah atau di ladang. Yang biasa ditanam adalah ubi, tas dan pisang. Apabila hasil kebunnya melimpah biasanya di jual di pasar oleh mama (perempuan dewasa). Sedangkan papa (orang laki-laki dewasa) disana biasanya berburu babi di hutan.
Kondisi kehidupan sosial masyarakat di Kabupaten Yahukimo tergolong baik. Hal ini terlihat di Desa Dekai yang ditunjukkan dengan gotong-royong oleh suku Momuna yang membantu masyarakat pribumi maupun masyarakat pendatang dalam kesulitan maupun sebaliknya. Cara hidup masyarakat di Distrik Dekai adalah berkelompok sesuai dengan suku masing-masing.
Masyarakat disana masih sangat kental sekali dengan tradisi-tradisi yang ditinggalkan nenek moyang mereka seperti:
1. Tradisi Tusuk Hidung
Tradisi ini biasanya dilakukan oleh kaum laki-laki.Tradisi ini mengambarkan tentang kedewasaan dan kejantanan.Kedewasaan ini meliputi kedewasaan secara fisik dan mental. Kaum laki-laki yang sudah melakukan tradisi tusuk hidung menandakan dia sudah siap untuk menikah. Selain itu menandakan bahwa seorang laki-laki yang cukup dewasa untuk membantu pekerjaan-pekerjaan orang tua seperti membelah kayu bakar, mengerjakan ladang hingga membuka ladang sendiri.
Pertama kali melihat orang pribumi disana berkoteka dengan hidung diberi tanduk babi atau kuku cendrawasih kami sangat takut karena tak pernah melihat sebelumnya. Kami senyum, menyapa dengan sopan mencoba melakukan pendekatan mereka membalasnya dengan ramah juga bahkan mau di ajaki foto.
2. Upacara Bakar Batu
Upacara ini merupakan kegiatan memasak dan mengolah makanan.Upacara bakar batu baisanya dilakaukan untuk menghidangkan makanan dalam sebuah upacara besar seperti upacara perdamaian, upacara adat ataupun upacara ucapan syukur.
Bakar batu disekolah dalam rangka menyambut Hari Raya Natal, pertama kali kita melihat dan kami ikut terlibat didalamnya. Unik sekali memasak makanan dengan cara batu dibakar terlabih dahulu. Setelah panas dan berbara kemudian batu ditata, diatasnya dikasih daun pisang sebagai dasar kemudian disusun paling bawah daging ayam atau babi ditutup lagi dengan daun pisang, kemudian dikasih batu lagi, daun pisang, umbi-umbian ditutup lagi daun pisang, yang paling terakhir sayuran ditutup daun pisang lagi baru kemudian batu. Didiamkan beberapa sekitar 2 jam makanan sudah bisa dinikmati. Rasanya khas banget enak.

3. Papeda
Papeda merupakan ciri khas yang melekat pada kebudayaan masyarakat Kabupaten Yahukimo dan Papua dalam bentuk makanan tradisonal.Pada dasarnya papeda digunakan sebagai makanan pokok yang terbuat dari tepung sagu yang diolah hingga seperti bubur dan dihidangkan dengan kuah kuning dan ikan tongkol atau ikan mubara. Pernah sekali disana makan papeda, rasa sagu yang hambar dicampur kuah kuning ikan yang gurih enak sekali.
4. Kesenian
Banyak sekali kesenian yang terdapat di kabupaten ini. Mulai dari seni vokal, seni tari, dan seni musik.Pada beberapa kegiatan upacara adat, seni lukis tubuh sering diikut sebagai bagian dari ritual upacara. Biasanya dilukis disekitar wajah, tangan ataupun kaki. Pakaian wanita yang biasa digunakan dinamakan Sali dan Yokal dan juga sejenis tas tradisonal bernama Noken. Dan untuk laki-laki biasa menggunakan Koteka. Penggunaan koteka pada laki-laki menandakan kedewasaan yang kemudian akan menandakan dia untuk menempati Honai.
Disana, saya mendapat tugas mengajar di SMP YPPGI Dekai. Hari pertama berangkat ke SMP YPPGI Dekai tempatku ditugaskan, sangatlah melelahkan. Jarak sekolah dengan tempat tinggal kami cukup jauh 45 menit ditempuh dengan jalan kaki. Sesampainya di depan gerbang sekolah siswa-siswa menyambut kedatangan kami dengan berkata “Pagi Bu Guru”, saya pun membalas “Pagi anak” sambil tersenyum manis telah mengobati rasa capekku. Untuk pertama kalinya di dalam ruang kelas VIII A aku memperkenalkan diri dan menjelaskan kepada mereka bahwa selama satu tahun kedepan ibu guru yang akan mengajar kalian mata pelajaran sejarah. “Kenapa Cuma satu tahun bu guru?”, tanya seorang siswa. “Setelah ini bu guru ada sekolah lagi di Jawa”, Jawabku.” Yachhh....”jawabnya dengan rasa kecewa. Tenang saja satu tahun itu lama mari kita gunakan satu tahun ini dengan sebaik mungkin belajar bersama-sama, jawabku. Sambil mengangguk-anggukkan kepala mereka menjawab “ya bu guru”.
Kana Maling namanya, suatu hari sepulang sekolah dia bercerita bahwa dia ingin sekali belajar ke tempat tinggal ku. Akan tetapi arah tempat tinggal kami berbeda. Sesampainya di rumah juga dia harus mencari ubi, pisang, maupun betatas di kebun terlebih dahulu baru memasak untuk dia dan adik-adiknya makan. Jarang sekali dia berangkat sekolah dengan sarapan pagi karena jarak sekolah dengan tempat tiggalnya di tempuh 3 jam lebih. Hari masih gelap diapun sudah mulai berangkat sekolah agar tidak terlambat datang. Dengan sepatu lusuh, tas noken dikepala, serta buku satu dan bolpoin satu dia ke sekolah.
Di Dekai dia hanya tinggal bersama dua adikya yang masih duduk dikelas IV dan kelas VII, sedangkan orang tuanya tinggal di kampung. Di distrik Anggruk orang tuanya tinggal, untuk dapat mengunjunginya ditempuh dengan tiga hari tiga malam berjalan kaki. Pada waktu libur natal saja mereka bisa berkumpul. “Kenapa tidak sekolah di kampung saja anak, tidak ada sekolahkah?”, tanyaku. “ Ibu guru sekolah di kampung itu ada,tapi guru disana ta da jadi”, dorang berangkat sekolah hanya main-main saja, ”,katanya.
Di bawah cahaya lilin dia belajar di malam hari. Akan tetapi semangat belajarnya sangat tinggi walaupun dengan keterbatasan, setiap pelajaran yang kurang dimengertinya dia selalu menanyakan. Tugas-tugas yang guru berikan selalu dikerjakannya demi meraih cita-citanya.
Bumi berputar sangat cepat, satu tahun hampir berlalu, sedih rasanya meninggalkan anak-anak. Belum banyak yang aku berikan kepada mereka. Masih banyak yang mesti aku lakukan sebagai seorang guru disini. Semangat anak-anakku, belajarlah yang rajin agar cita-cita kalian tercapai demi kemajuan tanah Papua. Ternyata satu tahun bukan waktu yang lama mengabdikan diriku untuk mengajar di daerah 3T (terdepan, tertinggal, dan terluar) ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar